Cerita 9 Wali : Sunan Drajat (Adik Sunan Bonang)
Sunan Drajat adalah putra
dari Sunan Ampel dan dia berperan penting di pulau jawa, dan ini adalah salah
satu sunan yang keren menurut saya, kenapa keren ? . . . karna gak lama sektar
1 minggu dari awal puasa itu ada fimnya, yang judulnya itu “Sunan Drajat di
Banjar Anyar” kayaknya sih gitu, saya lupa judulnya, kalo Mas” Mbak” nonton
pasti tw ceritanya, dan yang keren lagi itu pas sunannya lagi berlayar dia di
hadang sama perompak eh bajak laut, iya itu. Sunannya di serang dan sunannya
nyeur kelaut, yaudah bus itu gak tau lagi ceritanya . . . :D
“Salam Tokek”
Sejarah Sunan Drajat
Nama asli Sunan Drajad
adalah Raden Qosim, beliau putera SunanAmpel dengan Dewi Condrowati (Nyi
Ageng Manila) dan merupakan adik dari Raden Makdum Ibrahim atau Sunan Bonang.
Raden Qosim yang sudah mewarisi ilmu dari ayahnya kemudian diperintah untuk berdakwah di sebelah barat Gresik yaitu daerah kosong dari ulama besar antara Tuban dan Gresik.
Raden Qosim memulai
perjalanannya dengan naik perahu dari Gresik sesudah singgah ditempat Sunan Giri. Dalam perjalanan ke
arah Barat itu perahu beliau tiba-tiba dihantam oleh ombak yang besar sehingga
menabrak karang dan hancur. Hampir saja Raden Qosim kehilangan jiwanya. Tapi
bila Tuhan belum menentukan ajal seseorang biar bagaimanapun hebatnya kecelakaan
pasti dia akan selamat, demikian pula halnya dengan Raden Qosim. Secara
kebetulan seekor ikan besar yaitu ikan talang datang kepada Raden Qosim dan
beliau pun menaiki punggung ikan tersebut hingga selamat ke tepi pantai. .....
silahkan dilanjutkan bacanya
Raden Qosim sangat
bersyukur dapat lolos dari musibah itu. Beliau juga berterima kasih kepada ikan
talang yang telah menolongnya sampai ke tepi pantai. Untuk itu beliau berpesan
kepada anak keturunan beliau untuk tidak memakan daging ikan talang. Bila pesan
ini dilanggar akan mengakibatkan bencana, yaitu ditimpa penyakit yang tiada
obatnya lagi.
Ikan talang tersebut
membawa Raden Qosim hingga ke tepi pantai yang termasuk wilayah desa Jelag
(sekarang termasuk desa Banjarwati), kecamatan Paciran. Di tempat itu Raden
Qosim disambut masyarakat dengan antusias, lebih-lebih setelah mereka tahu
bahwa Raden Qosim adalah putera Sunan Ampel seorang
wali besar dan masih terhitung kerabat kerajaan Majapahit.
Di desa Jelag itu Raden
Qosim mendirikan pesantren, karena caranya menyiarkan agama Islam yang unik
maka banyaklah orang yang datang berguru kepadanya. Setelah menetap satu tahun
di desa Jelag, Raden Qosim mendapat ilham supaya menuju ke arah selatan,
kira-kira berjarak 1 km disana beliau mendirikan langgar atau surau untuk
berdakwah.
Tiga tahun kemudian
secara mantap beliau mendapat petunjuk agar membangun tempat berdakwah yang
strategis yaitu ditempat ketinggian yang disebut Dalem Duwur. Di bukit yang
disebut Dalem Duwur itulah yang sekarang dibangun Museum Sunan Drajad, adapun
makam Sunan Drajad terletak di sebelah barat Museum tersebut.
Raden Qosim adalah
pendukung aliran putih yang dipimpin oleh Sunan Giri. Artinya dalam
berdakwah menyebarkan agama Islam beliau menganut jalan lurus, jalan yang tidak
berliku-liku. Agama harus diamalkan dengan lurus dan benar sesuai ajaran Nabi.
Tidak boleh dicampur dengan adat dan kepercayaan lama.
Meski demikian beliau
juga mempergunakan kesenian rakyat sebagai alat dakwah, didalam museum yang
terletak disebelah timur makamnya terdapat seperangkat bekas gamelan Jawa, hal
itu menunjukkan betapa tinggi penghargaan Sunan Drajad kepada kesenian Jawa.
Dalam catatan sejarah
wali songo, Raden Qosim disebut sebagai seorang wali yang hidupnya paling
bersahaja, walau dalam urusan dunia beliau juga rajin mencari rezeki. Hal itu
disebabkan sikap beliau yang dermawan. Dikalangan rakyat jelata beliau
bersifat lemah lembut dan sering menolong mereka yang menderita.
Ajaran Sunan Drajat
Salah Satu Ajaran Yang Sunan Drajat Ajarkan
Menehono teken marang
wong wuto
Menehono mangan marang
wong kan luwe
Menehono busono marang
wong kang mudo
Menehono ngiyup marang
wong kang kudanan
Artinya kurang lebih
demikian :
Berilah tongkat kepada
orang buta
Berilah makan kepada
orang yang kelaparan
Berilah pakaian kepada
orang yang telanjang
Berilah tempat berteduh
kepada orang yang kehujanan
Adapun maksudnya adalah
sebagai berikut: Berilah petunjuk kepada orang bodoh (buta) Sejahterkanlah
kehidupan rakyat yang miskin (kurang makan) Ajarkanlah budi pekerti (etika)
kepada yang tidak tahu malu atau belum punya adab tinggi. Berilah perlindungan
kepada orang-orang yang menderita atau ditimpa bencana. Ajaran ini sangat
supel, siapapun dapat mengamalkannya sesuai dengan tingkat dan kemampuan
masing-masing. Bahkan pemeluk agama lainpun tidak berkeberatan untuk
mengamalkannya.
Tentang puncak
ma’rifat Sunan Drajad menuliskan perumpaannya sebagai berikut :
“Ilang, jenenge kawula,
Sirna datang ana keri,
Pan ilangwujudira,
Tegese wujude widi,
Ilang wujude iki,
Aneggih perlambangira,
Lir lintang karahinan,
Keserodotan sang hyang
rawi,
Artinya:
Hilang jati diri makhluk,
Lenyap tiada tersisa,
Karena hilang wujud
keberadaannya
Itulah juga wujud Tuhan,
Itulah yang ada ini,
Adapun persamaannya,
Seperti bintang diwaktu
siang
Yang tersinari matahari.
Disamping terkenal
sebagai seorang wali yang berjiwa dermawan dan sosial, beliau jua dikenal
sebagai anggota wali songo yang turut serta mendukung dinasti Demak dan ikut
pula mendirikan mesjid Demak. Simbol kebesaran umat Islam pada waktu itu.
Dibidang kesenian,
disamping terkenal sebagai ahli ukir beliau juga pertama kali yang menciptakan
Gending Pangkur, hingga sekarang gending tersebut masih disukai rakyat jawa.
Sunan Drajad demikian gelar Raden Qosim, diberikan kepada beliau karena beliau
bertempat tinggal di sebuah bukit yang tinggi, seakan melambangkan tingkat
ilmunya yang tinggi, yaitu tingkat atau dejat para ulama muqarrobin. Ulama yang
dekat dengan Allah SWT.