Cerita 9 Wali : Syekh Siti Jenar (Mengaku Jadi Tuhan)
"Salam Tokek"
Mengambil Ilmu Dari Sunan
Syekh Siti Jenar alias Syekh
Lemah Abang pernah berguru kepada Sunan Giri di Giri Kedaton atau
Giri Gajah. Tetapi karena kelakukannya yang tidak senonoh yaitu suka
mempelajari ilmu karang atau ilmu sihir maka ia tidak termasuk murid-murid
terpilih. Sebab ilmu sihir yang mengandalkan bantuan jin dan setan itu dilarang
oleh agama Islam.
Murid-murid yang terpilih
artinya murid yang diperkenankan ikut mempelajari Ilmu Sepuh atau Ilmu Tua,
yakni Ilmu Hak Sejati.
Tapi Syekh Lemah Abang
tidak kekurangan akal. Ia tetap ingin mengikuti pelajaran tingkat tinggi itu
secara sembunyi-sembunyi. Yaitu dengan jalan mengerahkan ilmu sihir sehingga
tubuhnya nejadi seekor cacing.
Ia mengikuti wejangan
Sunan Giri, tapi karena dasar batinnya tidak jernih maka apa yang diserapnya
jauh dari apa yang dimaksudkan oleh Sunan Giri.
Selanjutnya ia membuka
perguruan, banyak murid-muridnya yang berdatangan untuk berguru kepadanya.
Diantaranya adalah Ki Ageng Pengging. Lontang Asmara, Pangeran
Panggung, dll.
Namun karena pada mulanya
ia menyadap ilmu dengan cara tidak benar maka ajaran yang disampaikan pun
ajaran yang tidak benar.
Pernyataan
Syekh Siti Jenar
“Ingsun menyaksikan pada zat-ingsun sendiri,
dengan pernyataan, tak ada Tuhan
melainkan Ingsun, dan menyaksikan
pula bahwa Ingsun mempunyai utusan bernama Muhammad.
Ingsun
adalah sebenar-benarnya bernama Allah; Allah adalah badan Ingsun. Rasul itu
rahasia Ingsun; Muhammad itu cahaya Ingsun, ya Ingsun yang hidup tak kena maut;
Ya Ingsun yang selalu ingat tanpa mengenal lupa; ya Ingsun yang abadi; ya
Ingsunlah yang terang penglihatannya, bahwa Ingsun mengetahui segala
gerak-gerik dan tingkah laku makhluknya dimana dan saat kapanpun.
Ingsun tak kenal khilaf, Ingsun yang maha menjadikan dan mengakhiri. Yang
berkuasa secara bijaksana dan terbuka dengan tiba-tiba sempurna dan terang
tetapi tak nampak sedikitpun gambaran yang serupa, melainkah Ingsun saja yang meliputi
semesta hanya dengan kodrat Ingsun.”(sumber menurut : M. Hari
Soewarno)
Lihatlah kata Ingsun yang sebenarnya tak boleh
diucapkan untuk pribadinya, tetapi oleh Syekh Siti Jenar diucapkan seolah-olah
dia sudah benar-benar sama dengan Tuhan. Sehingga Ingsun ditulis dengan Huruf
Besar. Penyataan ini
diucapkan atau dilahirkan oleh sang Guru itulah yang sebenarnya dilarang oleh para wali.
MENGAKU
SEBAGAI TUHAN
Syekh Siti Jenar sudah
tidak mau lagi datang ke mesjid Demak. Kemudian dilanjutkan dengan tidak mau
Sholat Jum’at. Bahkan tidak mau mengerjakan Sholat Lima Waktu. Murid-muridnya
tentu saja turut kelakuan gurunya.
Tentu saja ajaran ini
ditentang oleh para wali. Syekh Siti Jenar diberi peringatan namun tetap
menyebarkan ajaran yang sesat itu. Padahal para wali sedang gencar-gencarnya
menyiarkan agama Islam sesuai dengan Mazhhab Imam Syafii. Sholat adalah tiang
agama, jika sholat sudah ditinggalkan pemeluk agama Islam berarti telah
merobohkan agama Islam itu sendiri.
Syekh Siti Jenar
dipanggil oleh Sunan Giri untuk diajak musyawarah.
Utusan Sunan Giri bernama
Santri Kodrat dan Malang Sumirang datang menyampaikan panggilan.
Tuan Siti Jenar diharap
datang ke Giri Kedaton kata sang utusan.
Siti Jenar tidak ada,
yang ada hanyalah Tuhan yang Maha Esa, jawab Syekh Siti Jenar dari dalam rumah.
Utusan yang sudah
dibekali ilmu mantiq itu berkata dengan cerdiknya. Kalau begitu Tuhan yang
dipanggil ke Giri Kedaton.
Syekh Siti Jenah berulah,
Sekarang Tuhan tidak ada. Yang ada Siti Jenar.
Utusan cepat berkata, ya,
Siti Jenar yang ada dipanggil ke Giri Kedaton.
Syekh Siti Jenar menjawab
lagi Tuhan tidak memperkenankan Siti Jenar……
Utusan pun tidak mau
kalah, cepat dia berkata: kalau begitu Tuhan dan Siti Jenar diminta datang ke
Giri Kedaton.
Di dalam sidang ternyata
Syekh Siti Jenar tidak mau merubah pendapatnya bahwa dia mendakwakan dirinya
Tuhan. Tak perlu mengerjakan Sholat lagi dan tidak ada gunanya syariat. Itu
hanya basa basi yang ada hanya hakekat demikian kata Syekh Siti Jenar.
Sunan
Kalijaga menyahut, karena itukah tuan Siti Jenar
tidak mau mengerjakan sholat?
Apa gunanya sholat? Tukas
Siti Jenar. Allah dan Siti Jenar sudah bersatu. Kalau Siti Jenar menyembah
Allah, itu berarti Allah menyembah Allah.
Itu ajaran sesat. Jangan
hanya mementingkan hakekat. Harus penuhi syariat supaya mesjid tidak kosong
dari para jama’ah, kata Sunan Giri.
Siti jenar tetap ngotot
dengan pendiriannya. Itu namanya hanya berbuat kesia-siaan. Kalu umur ini hanya
dipergunakan untuk sholat berarti waktu hanya habis untuk bersopan santun. Itu
ilmunya orang bodoh dan kafir. Kalau orang itu betul-betul pasrah pada hakekatnya
adalah persatuan Kawula Gusti.
Sunan Kalijaga cepat
menanggapi perkataan Siti Jenar, itu ajaran sesat. Persis ajaran AL-Halaj di
bagdad yang berpaham wihdatul Wujud, mengaku dirinya Tuhan Allah. Bila ajaran
ini dibiarkan berlarut-larut maka akan membahayakan umat Islam di tanah jawa.
Padahal iman mereka baru saja kita bina. Jika ajaran ini menyebar luas, umat
Islam pasti akan terpecah belah.
Nabi Muhammad adalah
Rasul terpilih, terjaga kesuciannya, namun beliau masih tetap melakukan
syariat. Tekun mendirikan sholat. Ini Syekh Siti Jenar yang tidak diketahui
asal-usulnya dengan jelas berani mengaku dirinya Tuhan dan tidak mau sholat.
Jelas dia bermaksud merusak agama Islam yang kita syiarkan.
Akhirnya sidang para wali
yang diketuai oleh Sunan Giri selaku Mufti tanah jawa memutuskan hukuman mati
bagi Siti Jenar. Tetapi para wali cukup bijak. Siti Jenar diberi waktu setahun
untuk merenung dan bertobat. Siapa tahu dalam waktu 1 tahun itu dia akan
menyadari kesalahannya.
Selama 1 tahun sunan
Kalijaga mendapat tugas mengawasi gerak gerik Siti Jenar. Ternyata Siti Jenar
tidak berubah. Dia tetap berfaham Wihdatul Wujud atau manunggaling Kawula
Gusti. Persatuan hamba dengan Tuhannya. Maka setelah lewat 1 tahun hukuman mati
itupun dilaksanakan. Bertindak sebagai pelaksana adalah Sunan Kudus selaku
Senopati Waliullah.
Walaupun Siti Jenar telah
mati, tapi murid-murid nya masih banyak. Diantaranya adalah Kebo Kenanga atau
Ki Ageng Pengging, Ki Ageng Tingkir, Lontang Asmara, dll.
Mengapa di babad tanah jawa
dilukiskan Sunan Kudus seolah-olah membela Arya Penangsang? Karena Sunan Kudus
tahu bahwa jalur pewaris ketiga tahta Demak yang sah adalaha ayahanda Arya
Penangsang yang bernama Pangeran Seda Lepen. Tetapi ayah Arya Penangsang ini
dibunuh oleh anaknya Sultan Trenggana. Kemudian Sultan Trenggana mengambil Jaka
Tingkir Putera Ki Ageng Pengging sebagai menantunya. Padahal Ki Ageng Pengging
adalah murid syekh Siti Jenar. Jaka Tingkirpun dengan setia menganut paham
Manunggaling Kawula Gusti.
Maka dalam sengketa
Jipang-Panjang atau Jaka Tingkir dan Arya Penangsang. Sunan Kudus yang pernah
menghukum mati Siti Jenar itu berpihak kepada Arya Penangsang. Karena Arya
Penangsang adalah muridnya yang setia menganut faham ahlussunnah.
Ajaran-ajaran Siti Jenar
yang dimasa Raden Patah dilarang keras, pada jaman Sultan Hadiwijaya (gelar
Jaka Tingkir setelah jadi Raja Pajang) dijadikan ajaran resmi kerajaan. Ajaran
ini terus berkembang hingga awal kebangkitan Mataram dibawah Panembahan
Senopati hingga puncak kejayaan Mataram dibawah Sultan Agung.
Pengganti Sultan Agung
adalah susuhunan Amangkurat 1. Dia tidak mau kalah dengan gelar para wali yang
disebut Sunan, dia menambahkan kata Su lagi dari kata Sunan sehingga menjadi
Susuhunan yang artinya harus dijunjung tinggi. Amangkurat artinya yang memangku
dunia. Dia menanamkan ajaran kepada rakyat bahwa kepada raja harus takut
seperti takutnya pada Tuhan.
Seperti tersebut dalam
sejarah, kehidupan Amangkurat 1 ini penuh dengan huru-hara. Demi kenikmatan
dunia ia rela menjual negaranya kepada kompeni Belanda. Padahal Sultan Agung
sangat anti kepada Belanda.
Amangkurat menganggap
dirinya Tuhan sehingga boleh berbuat apa saja seenaknya. Baru satu tahun ia
berkuasa sudah banyak menimbulkan korban. Pangeran Alit dan Cakraningrat 1 dari
Madura dibunuh tanpa suatu alasan yang jelas.
Ketika seorang selirnya
yang cantik meninggal dunia ia langsung membunuh 43 selirnya yang lain, dengan
alasan 43 selirnya itu sengaja meracuni Ratu Malang selirnya yang paling cantik
itu.
Saudaranya yang lain
yaitu Pangeran Pekik dibunuh beserta seluruh keluarganya secara kejam. Pendek
kata kekejamannya hampir sama dengan Raja Firaun. Tentu saja ini menimbulkan
reaksi keras dikalangan rakyat.
Timbullah suara-suara
sumbang tentang dirinya.
Dalam suasana yang keruh
ini ada pihak-pihak yang sengaja memanfaatkannya. Mereka adalah para kaki
tangan Raja yang sangat benci pada Dinasti Demak dan Giri Kedaton. Sebagaimana
diketahui Demak dan Giri Kedaton adalah kekuatan utama yang menyangga kelangsungan
aliran ahlussunnah. Sementara raja Amangkurat pendukung utam aliran syi’ah yang
telah bercampur dengan faham kejawen.
Orang-orang syiah kejawen
itu menghasut raja bahwa yang menimbulkan isu tidak puas dikalangan masyarakat
adalah para ulama dari Giri Kedaton. Semua orang mau menghormat kepada Raja
dengan cara membungkuk dan menyembah kakinya. Hanya para ulama Giri Kedaton
yang tidak mau melakukan penghormatan seperti itu. Maka Sunan Amangkurat
memerintahkan kaki tangannya untuk mengumpulkan para ulama Giri Kedaton dan
yang erat kaitannya dengan Giri Kedaton.
Sebanyak 6000 Ulama
Ahlussunnah dikumpulkan di alun-alun, dibantai secara keji dihadapan Sunan
Amangkurat 1. Inilah bukti sejarah hitam dari penganut faham syiah kejawen
warisan Siti Jenar yang mengajarkan persatuan hamba dengan Tuhan.
Kenapa merasa dirinya itu
Tuhan, maka Sunan Amangkurat tega berbuat apa saja termasuk membantai 6000
Ulama Ahlussunnah.