Buku misterius di Jepang
Bahkan
tindakan bunuh diri ini kerap dilakukan para ksatria Jepang jaman
dahulu. Namun apa yang terjadi kini di negara super canggih ini?
Wataru
Tsurumi, penulis buku Panduan Lengkap Bunuh Diri di Jepang kembali
muncul ke hadapan publik. Menurutnya, pemerintah Jepang mulai menangani
masalah yang sejak dulu tak mendapat perhatian.
Editor
majalah itu sempat menghebohkan Jepang saat meluncurkan bukunya 1993
lalu. “Saya membongkar tabu di masyarakat Jepang,” cetus pria berusia
42 tahun tersebut.
Dalam
bukunya, Tsurumi menulis cara-cara untuk bunuh diri. Mulai dari
menggunakan obat, memotong urat nadi, hingga menggunakan gas karbon
monoksida.
Jepang
merupakan negara dengan angka bunuh diri tertinggi di dunia bersama
dengan Rusia dan Hungaria. Lebih dari 30.000 penduduknya bunuh diri
selama delapan tahun berturut-turut.
Menurut
Tsurumi, bunuh diri tidak salah karena menunjukkan kebebasan individu.
Apalagi, sejak lama Jepang sudah mengenal bunuh diri untuk menjaga
kehormatan atau dikenal sebagai harakiri.
Harakiri
Dalam
menghadapi tingginya angka bunuh diri, Tsurumi punya cara pandang
berbeda. “Orang-orang selalu mempertanyakan mengapa mereka bunuh diri?
tidak akan ada jawaban untuk ini. Sekarang mengapa kita tidak bertanya
kenapa kita tidak boleh membunuh diri kita sendiri? Kenapa kita harus
tetap hidup?,” katanya.
Menurut
Tsurumi, bunuh diri lebih banyak disebabkan kehidupan yang
membosankan. Pekerjaan dan masalah yang sama yang dihadapi tiap hari.
“Tantangan terbesar dalam hidup adalah bagaimana tetap hidup setiap
hari tanpa merasa hampa,” ujarnya seraya tersenyum sinis.
“Masyarakat
negara ini selalu berfikir negatif jika harus masuk kedalam kelas
sosial yang lebih rendah atau dianggap tidak bekerka keras.”
Meski
mendukung bunuh diri, Tsurumi menentang bunuh diri berkelompok yang
marak di Jepang. Sekelompok orang yang bertemu di internet membuat
janji untuk bunuh diri bersama. “Kamu harus membuat keputusan sendiri
untuk hidupmu,” tegasnya.
Karena itu, saat ada yang memintanya nasehat, Tsurumi hanya menjawab singkat. “Pikir sendiri,” katanya.
Pria
berambut gondrong itu menegaskan, sebenarnya dia ingin pembaca bukunya
tetap hidup. Karena dia ingin pembaca menjadikan bukunya sebagai jalan
terakhir bagi orang yang hidupnya tertekan.
Seperti
yang ditulis dalam halaman depan bukunya. “Teman saya pengangguran,
tapi selalu hidup dengan senang. Meski demikian, dia selalu membawa
kapsul obat yang mematikan, namanya Angel Dust. Dia bilang akan
mengkonsumsi obat itu kalau tidak kuat dengan tekanan dalam hidup.”
Buku
ini jelas bukan bacaan yang direkomendasikan untuk umum. Semoga juga
tidak beredar di Indonesia. Isi buku ini benar-benar bisa mengajarkan
orang untuk mengambil jalan pintas untuk mengakhiri hidup.
Pandangan
yang picik tentang kehidupan. Bukankah ada kehidupan yang kekal
setelah kematian jasmani kita? Jadi jalan pintas untuk mengakhiri hidup
lewat cara bunuh diri justru akan membawa manusia tersebut ke dalam
penderitaan yang tak berkesudahan.
Salam Tokek Kesel . . .